Rabu, Januari 07, 2009

Krisis, sebuah pelajaran dalam berinvestasi

Dunia investasi tampaknya sedang dilanda cobaan berat. Lebih khusus lagi dunia investasi di Indonesia. Baru saja pasar saham mencoba bangkit sejak terpuruk akibat kenaikan BBM tahun 2005, pasar kembali harus mengalami ujian dengan adanya krisis yang menjalar dari negeri Paman Sam sejak akhir 2007 lalu. Tentu saja banyak yang bingung untuk mengambil sikap apa yang harus dilakukan menghadapi situasi seperti ini? Bagaimana dengan investasi yang sedang berjalan? Apa yang akan terjadi dengan investasi yang turun?
Eko Endarto, seorang Perencana Keuangan dari Biro Perencanaan keuangan Safir Senduk dan Rekan dengan mantap menjawab, "Jangan panik".
Sebagaimana saya rangkum dari kolom beliau di Tabloid KONTAN edisi November 2008 ada beberapa langkah yang sebaiknya kita ambil untuk bertindak menangani investasi kita di masa krisis. langkah itu antara lain:


Harus tenang, rasional, dan jernih
Setiap investor memiliki tujuan masing-masing dalam berinvestasi. Ada yang berinvestasi dalam aset-aset jangka panjang seperti saham dan reksadana saham. Jika anda sebagai investor sudah mengatur portofolio dengan baik, mengapa harus panik? Kebanyakan portofolio beresiko tinggi ini dimaksudkan untuk digunakan kembali dananya pada jangka panjang, katakanlah 10 tahun ke depan, jadi kalau masih lama dibutuhkan kenapa harus panik? Takut merugi? anda tidak akan rugi jika tidak merealisasikan kerugian saat ini dengan menjual saham atau melakukan aksi redemption atas reksadana saham anda. Jadi kalau portofolio investasi anda sudah benar, yakni produk resiko tinggi seperti saham atau reksadana saham untuk jangka panjang, saat ini seharusnya anda gembira karena dengan jumlah investasi yang sama anda dapat memperoleh unit penyertaan atau saham yang lebih banyak.

Tenang
Bila anda telah berinvestasi dengan benar, yaitu menjadikan produk investasi seperti saham, reksadana, atau apapun itu hanya sebagai sarana dan bukan tujuan maka seharusnya anda tetap bisa tenang. Memang, mungkin tujuan anda untuk memperoleh imbal (return) yang tinggi sedikit terhambat, namun tidak berarti tidak tercapai bukan? Katakanlah, kalau dulu anda cuma bisa mimpi punya banyak saham blue chips karena harganya yang sangat mahal, maka sekaranglah saatnya untuk mengoleksi saham-saham ini. Hal yang sama juga berlaku pada reksadana yang mungkin dulu anda hanya punya cita-cita saja untuk memilikinya karena NAB sangat tinggi, sekaranglah saat yang tepat untuk memilikinya.

Rasional
Anda memang layak was-was atas perkembangan investasi anda. Tapi sebaiknya anda juga tetap mengedepankan rasionalitas dalam mengambil setiap keputusan. Dulu pada saat anda mulai berinvestasi, mungkin nilainya A rupiah, namun akibat krisis nilainya menjadi tinggal separuh. Untuk mengurangi kerugian, maka investasi itu harus ditarik. Langkah ini benar, jika anda salah meletakkan dan memilih produk investasi. Jadi anda harus tetap rasional, fokus pada tujuan dan jangan terpengaruh pada trader atau mereka yang salah memilih produk.

Jernih
Apa tujuan anda berinvestasi? Berapa lama tujuan anda? Apakah anda perlu mengambil uang anda saat ini? pertanyaan seperti inilah yang harus anda tanyakan kepada diri sendiri ketika akan bertindak. Takut merugi? anda akan benar-benar mengalami kerugian jika menarik investasi anda. tidak bisa kembali ke harga asal? ingat, anda berinvestasi di produk yang memberi imbal hasil tinggi jadi tidak sulit bagi produk itu untuk kembali ke posisi awal dalam sepuluh tahun ke depan. Kembali, jernihkan pikiran, jangan sampai anda menjadi permainan para spekulan yang mengambil keuntungan dari ketidaktahuan anda.

Sumber : KONTAN, November 2008



Tidak ada komentar:

Posting Komentar